Jumat, 22 Oktober 2010

Memori dan Persahabatan

nb: artikel ini dikutip dari http://lifestyle.kompasiana.com/

Pernah seseorang mengatakan kepada saya “ untuk apa kita mengingat masa lalu yang penuh masalah, toh kita akan menghadapi masa depan yang lebih bermasalah lagi”.

Bagi saya pernyataan ini pun mengandung masalah pula. Setelah merenung beberapa tahun dan mencoba mengamati realitas kehidupan sehari-hari, akhirnya saya menemukan beberapa alasan mengapa saya mempermasalahkan pernyataan di atas. Pertama, secara personal, ketika itu sebagai mahasiswa sejarah tingkat awal yang bersemangat, wajar apabila masa lalu yang menjadi bagian dari studi akademis saya diperlakukan secara tidak adil. Kedua, memori yang merupakan kristalisasi dari masa lalu yang sekalipun gelap dapat dijadikan pelajaran yang sangat berharga untuk bekal menghadapi masa kini dan masa depan. Ketiga, bukankah masa kini dan juga masa depan merupakan untaian dari masa lalu. Jadi, sungguh ironis apabila banyak orang hanya memikirkan masalah kekinian dan merenda masa depan.

Memori dan Persahabatan

Liburan akhir tahun merupakan saat-saat yang dinanti hal ini bukan saja merupakan kesempatan yang berharga untuk berkumpul bersama keluarga, tetapi juga teman-teman lama yang sudah tersebar ke berbagai tempat di pelosok dunia ini. Ada yang sukses dan bekerja, ada yang masih berkutat di bangku kuliah, dan ada juga yang masih penganguran dan masa depannya belum jelas, serta kombinasi dari ketiga hal tersebut, kuliah sambil bekerja tetapi masih merasakan masa depan yang tidak jelas.

Terlepas dari tingkatan status tersebut, saya dan beberapa teman saya berkesempatan untuk berkumpul. Pada saat itu, baik yang bekerja ataupun masih menganggur pun mencoba melupakan sejenak beban hidupnya dan terhanyut ke dalam memori masa lalu. Tidak banyak persahabatan yang masih intim dapat bertahan apabila tidak didasari memori yang kuat. Saya dan teman-teman saya termasuk sekelompok sahabat yang mempunyai memori ingatan yang kuat di masa lalu.

Meminjam terminologi teman saya, bahwa relasi itu terbagi ke dalam tiga tingkatan, yaitu kenalan, teman, dan sahabat, saya kira cukup pantas bila memasukkan relasi ini ke dalam persahabatan. Bagaimana bisa? Apakah belum cukup pantas apabila seseorang yang bekerja lima hari sepekan mengambil cuti hanya untuk berkumpul bersama para sahabatnya, ataupun seorang mahasiswa super sibuk baik dalam kegiatan akademis dan non-akademis membuang waktunya hanya untuk sekedar berkumpul bersama para sahabatnya.

Saya merasa sangat beruntung dapat berkenalan dengan para sahabat dari masa lalu. Kegiatan kami sederhana, duduk dan mengobrol keindahan masa lalu yang dulunya mungkin pahit tetapi terasa manis sekarang ataupun sebaliknya. Lagi-lagi meminjam terminologi teman saya, “bukankah sahabat yang baik harus dapat menunjukkan bukan saja kebaikan tetapi harus lebih banyak kesalahan-kesalahannya.

Sebaliknya, saya sering prihatin dan benar-benar tidak percaya apabila ada seseorang yang memiliki banyak kenalan tetapi tidak ada seseorangpun yang “menyentuhnya” secara mendalam, bahkan menyapa pun tidak sudi. Seorang teman pernah berkata “ Dulu saya tidak memiliki memori apa-apa dengan para teman saya, sekarang tidak ada satu orang pun kenalan lamanya yang bergaul secara intensif dengan dirinya, sebelum bergabung dengan kelompok sahabat yang dipandang tolol dan tidak berguna seperti saya dan para sahabat saya, namun dapat mempertahankan makna persahabatan itu sampai sekarang. Bahkan, ketika kami berpisah untuk mengeluti rutinitas sehari-hari, ikatan itu pun terjada melalui wadah dunia maya. Pada titik ini, sesungguhnya pergaulan saya dan sahabat-sahabat saya, termasuk yang tidak sempat bertemu karena keterbatasan jarak dapat dijaga dan terus dipelihara.

Sebenarnya rumus dari persahabatan itu sangat sederhana “ Ciptakanlah memori yang kuat dan biasanya hal itu berasal dari hal-hal sepele yang sering dilupakan seseorang karena mungkin pahit, tetapi tidak bukan tidak mungkin rasa pahit itu akan menjadi manis, seperti persahabatan yang sejati”.


0 komentar:

Posting Komentar

Related Post

Twitter Delicious Facebook Digg Favorites More